Peternakan dan Perikanan di Tengah Krisis Global
Bustanul Arifin
Majalah Trobos 01 Desember 2008
Sebagai sektor penghasil pangan strategis, sektor peternakan dan perikanan, bersama sektor pertanian lainnya, mengalami dua kondisi berbeda yang agak ekstrim, yaitu: mengalami kenaikan harga tajam pada semester pertama dan mengalami kejatuhan harga yang signifikan pada semester kedua. Pada semester pertama 2008, hampir seluruh analisis tertuju pada melonjaknya harga pangan, sampai 2-3 kali lipat dibandingkan harga pangan di 2005. Tiga faktor utama yang sering dianggap bertanggung jawab terhadap eskalasi harga pangan dan pertanian di tingkat global, yaitu: (1) fenomena perubahan iklim yang mengacaukan ramalan produksi pangan strategis, (2) peningkatan permintaan komoditas pangan karena konversi terhadap biofuel, dan (3) aksi spekulasi yang dilakukan para investor (spekulan) tingkat global karena kondisi pasar keuangan yang tidak menentu (Lihat Arifin, 2008).
Beberapa komoditas strategis mengalami penurunan harga pada semester kedua 2008, membuat banyak negara berupaya untuk fokus dan mempertajam strategi kebijakan pangannya agar tidak terjadi dampak sosial-ekonomi yang lebih buruk. Krisis keuangan global turut berkontribusi pada menurunnya permintaan komoditas secara umum karena daya beli yang sedang turun sehingga volume perdagangan pangan di tingkat global tiba-tiba berkurang secara signifikan. Walaupun belum terdapat analisis yang komprehensif, laju penurunan harga-harga pangan strategis sangat mungkin berkait erat dengan pergeseran volume perdagangan dari bursa saham ke bursa komoditas.
Pada sektor peternakan, produksi daging sapi nasional 2008 diperkirakan mencapai 465 ribu ton, suatu peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan angka 2007, 346 ribu ton. Meski demikian, produksi ini tidak mencukupi, sehingga harus menggantungkan kebutuhan daing sapi dari pasar luar negeri, terutama
* * *
Estimasi data konsumsi daging di Indonesia berbeda menurut lembaga, namun berkisar total 2,6 kg/kap/th menurut Survai Sosial Ekonomi Nasional - Badan Pusat Statistik (Susenas
Produksi daging ayam diperkirakan 1,4 juta ton pada 2008, suatu peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan produksi pada 2007 yang lalu (Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, 2008). Walaupun demikian, produksi dan konsumsi daging ayam ini masih sangat sensitif terhadap isu biosafety seperti kasus flu burung serta dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkannya. Sifat konsumsi daging ayam yang sangat elastis terhadap perubahan harga dan perubahan selera konsumen adalah beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian kinerja stabilisasi harga daging sapi, daging ayam dan produk peternakan ini. Akan tetapi, pada hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha, permintaan daging ayam dan telur di Indonesia meningkat secara signifikan, suatu pola rutin yang terkadang paradoksal apabila dikaitkan dengan upaya pengendalian konsumsi.
Dalam ekonomi pertanian, karakter perubahan permintaan tinggi seperti ini menjadi ciri khas Revolusi Peternakan, sesuatu yang sangat berkontribusi pada pencapaian ketahanan pangan, kualitas sumber daya manusia, dan pembangunan ekonomi secara umum. Sektor peternakan memang mewarnai perubahan konsumsi masyarakat dari sumber kalori berbasis karbohidrat menjadi berbasis kandungan protein tinggi. Sekitar 56 persen dari konsumsi daging di
Sektor peternakan sangat berkait erat dengan sistem produksi jagung dalam negeri, sebagai kontributor utama penyediaan pakan ternak, baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Angka Ramalan III (Aram III) Badan Pusat Statistik (BPS), awal November 2008, produksi jagung tahun ini diramalkan 15,9 juta ton, terutama karena peningkatan luas panen di Provinsi
Hal yang agak positif adalah penggunaan benih unggul jagung hibrida, terutama hasil bioteknologi pertanian. Peningkatan produksi jagung hibrida juga mampu mendukung sektor peternakan karena industri pakan ternak ikut tumbuh pasca stagnansi yang cukup serius pada puncak krisis ekonomi. Membaiknya produksi jagung domestik agak membantu mengurangi ketergantungan sektor peternakan kecil terhadap pakan impor, dan sempat memberikan ekspektasi pertumbuhan yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena laju konsumsi jagung yang tumbuh lebih cepat,
***
Untuk sektor perikanan,
Beberapa analisis telah menyimpulkan bahwa dampak langsung dari krisis keuangan global adalah menurunnya permintaan, terutama dari Amerika Serikat dan Uni Eropa. Akibat berikutnya dari kontraksi pasar ini adalah penurunan harga produk perikanan dan bahkan kekhawatiran gagal bayar karena persoalan finansial pada perusahaan skala besar. Disamping itu, kekhawatiran negara-negara besar importir produk perikanan terhadap dampak ekonomi global adalah kemungkinan penggunaan teknik budidaya perikanan yang tidak ramah lingkungan, karena nelayan mencoba untuk mengurangi biaya produksi. Apa pun yang terjadi, sektor perikanan di
Terakhir, untuk para pejuang sektor peternakan masih harus berusaha keras meningkatkan produksi dan produktivitas daging sapi dan daging ayam, karena akan menjadi ciri khas indikator ketahanan pangan. Disamping itu, pada sisi konsumsi, para stakeholders ini (pemerintah, swasta dan masyarakat) perlu berjuang keras meningkatkan laju konsumsi daging ini untuk menunjukkan peran nyata terhadap kualitas gizi dan protein masyarakat dan tentunya kecerdasan bangsa
Sumber : http://barifin.multiply.com/journal/item/56