Definisi CSR menurut The World Business Council of Sustainanble Development (WBCSD) dalam publikasinya Making Good Business adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Setidaknya ada 3 (tiga) alasan kenapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan mengembangkan isu tentang CSR, yaitu
1) perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar jika perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat,
2) kalangan dunia usaha dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosa mutualisme, dan 3) kegiatan CSR merupakan salah satu cara atau bahkan menghindari konflik sosial (Wibisono, 2007).
Penelitian Chamber dan kawan-kawan pada 50 perusahaan di 7 (tujuh) negara Asia, menunjukkan bahwa Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah penetrasi pelaksanaan CSR dan derajat komunitasnya dibanding negara lain (India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia dan Filippina). Rendahnya implementasi CSR di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor antara lain masih rendahnya kepekaan sosial pimpinan perusahaan dan belum adanya suatu model aplikatif CSR yang mampu menjamin manfaat pihak-pihak terlibat. Program CSR masih banyak yang bersifat jangka pendek dan bahkan tidak produktif sehingga manfaat CSR menjadi tidak optimal dan berkelanjutan.
Pengembangan program dalam CSR membutuhkan pelembagaan dalam desain kemitraan strategis antar pihak agar dalam implementasinya dapat lebih efektif dan mampu memberikan nilai tambah bagi semua pihak. Konsep CSR yang berkembang selama ini lebih dominan pada proses pemberdayaan lingkungan sosial yang bersifat jangka pendek dibanding jangka panjang. Bantuan sosial perusahaan yang diberikan seperti untuk pelaksanaan hari-hari besar dan pembangunan sarana dan prasarana lebih banyak “memanjakan” masyarakat dan hanya akan dirasakan pada jangka pendek. Kreatifitas pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungan sekitarnya kurang terasa, sedangkan pembinaan SDM lebih berorientasi pada kelompok tertentu sehingga jangkauan manfaat menjadi kurang luas dan tidak berkelanjutan. Untuk itu program CSR pada masa akan datang lebih berorientasi pada peningkatan kemandirian masyarakat untuk secara kreatif menggali potensi sumberdaya yang ada pada lingkungan sekitarnya.
Sinergi Pelaku Pembangunan Sektor Peternakan
Sinergi antara berbagai pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat) akan mampu memberikan manfaat optimal bagi upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pemerintah diharapkan tidak hanya mampu menjadi regulator tetapi juga secara aktiv berperan besar dalam memotivasi objek sekaligus subjek pembangunan yaitu swasta dan masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya secara lestari dan berkelanjutan. Salah satu sinergi yang tertata secara baik terutama dalam pembagian tugas dan tanggung jawab yang patut untuk diteladani adalah kerjasama antara Pemkab Tanjabtim dengan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan yaitu Petrochina. Partisipasi aktif swasta dalam pemberdayaan masyarakat (community development) merupakan salah satu bentuk implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan (Coorporate Social Respontibiliy) terhadap lingkungan.
Pilihan terhadap komoditas sapi potong dalam implementasi CSR secara mendasar didorong oleh beberapa pertimbangan antara lain;
1. Usaha ternak sapi tidak membutuhkan lahan yang luas dan sudah dikenal sehingga transfer IPTEK lebih mudah.
2. Ketersediaan hijauan pakan ternak masih sangat melimpah baik rumput maupun limbah pertanian.
3. Komitmen Pemda Kabupaten Tanjabtim untuk menjadikan wilayahnya sebagai sentra produksi ternak khususnya sapi potong berdasarkan posisi strategis wilayah pemasaran.
4. Pengembangan usaha ternak dapat dijadikan sebagai alternatif ekonomi produktif sektor rumah tangga melalui peningkatan nilai tambah (value added).
5. Siklus pemanfaatan limbah yaitu limbah pertanian sebagai pakan ternak dan limbah peternakan sebagai sumber pupuk mampu meningkatkan efisiensi usaha tani rumah tangga.
6. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai penghasil energi altenratif yang tidak hanya untuk keperluan dapur (memasak) tetapi juga berpotensi untuk sumber listrik akan mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil (minyak tanah) dan kayu bakar.
7. Pada skala usaha tertentu (5 ekor) biofuel dan kompos yang dihasilkan dapat menjadi sumber tambahan pendapatan rumah tangga peternak.
Pendekatan CSR melalui pengembangan ekonomi kreatif yang selama ini berkembang telah memberikan banyak manfaat. Manfaat dasar yang diterima bagi pihak terlibat, antara lain
1) bagi Pemkab mampu memberikan solusi alternatif dalam pemecahan masalah riil yang ada di masyarakat,
2) bagi Petrochina semakin membaiknya citra positif perusahaan dimata pemerintah dan masyarakat daerah, dan
3) bagi masyarakat sekitar mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga dengan tersedianya kesempatan usaha produktif.
Menuju Tanjabtim Negeri “Triple Sources Energy”
Kabupaten Tanjabtim sudah dikenal sebagai wilayah penghasil energi fosil (minyak dan gas). Meskipun demikian, dampak negatif kenaikan harga minyak dunia dan domestik akibat melonjaknya permintaan dunia dan adanya tuduhan spekulasi juga dirasakan oleh masyarakat. Kenaikan harga minyak tanah menyebabkan kebutuhan biaya rumah tangga terutama untuk memasak juga meningkat. Peralihan dari minyak tanah ke kayu bakar disadari Pemda akan mendorong terjadinya proses perambahan hutan sehingga berpotensi merusak lingkungan. Keresahan pada tingkat masyarakat juga dirasakan Petrochina dan atas inisiatif SKPD terkait yaitu Dinas Peternakan maka dikembangkan industri bio-gass skala rumah tangga. Perluasan kerjasama yang telah berjalan secara baik dalam pemberdayaan ekonomi rakyat antara Pemda dan Petrochina untuk mengatasi masalah ini dilakukan melalui pengembangan bio-fuel.
Pada sisi lain potensi produk sawit untuk energi hijau membutuhkan investasi besar sehingga dirasa tidak akan memberi manfaat langsung dalam waktu singkat bagi masyarakat. Untuk itu pilihan jatuh pada program pengembangan sumber energi alternatif skala rumah tangga berupa pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi untuk produksi bio-gas. Program ini diharapkan mampu menjadi substitusi minyak tanah dan kayu bakar secara mandiri dan swasembada oleh rumah tangga. Keberhasilan program kerjasama ini diharapkan mampu memperkaya image Kabupaten Tanjabtim sebagai negeri yang kaya energi fosil (minyak dan gas) tetapi juga penghasil utama energi alternatif ramah lingkungan (bio-fuel). Artinya Tanjabtim memiliki 3 (tiga) sumber energi yaitu perut bumi menghasilkan energi fosil (minyak dan gas), lahan menghasilkan bio-fuel (sawit dan kelapa), serta di atas permukaan menghasilkan bio-gass dari pemanfaatan limbah kotoran sapi potong. Jika program ini berhasil, maka gelar sebagai negeri kaya minyak dan gas akan lebih pantas disebut sebagai Negeri Tiga Sumber Energi atau Triple Sources Energy.
Bio-Gass Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Pengembangan bio-gass skala rumah tangga dari limbah kotoran ternak sapi ini sebelumnya disebutkan bakal mampu menjadi substitusi minyak tanah. Perhitungan sederhana, dengan memelihara 3 ekor ternak sapi telah mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar rumah tangga. Jika biasanya setiap rumah tangga harus menyediakan 2 liter minyak tanah dalam satu hari untuk kebutuhan memasak, maka dengan program ini setiap rumah tangga mampu menghemat minimal Rp. 5.000,-. (asumsi HET Minyak Tanah pada pangkalan minyak sesuai pemerintah Rp. 2.500). Melihat kondisi aktual harga minyak tanah di tingkat masyarakat jauh lebih tinggi, maka diperkirakan penghematan akan lebih besar. Jika kita asumsikan saja harga Rp. 3.000, maka penghematan adalah sekitar Rp. 6.000/hari atau 180.000/bulan atau Rp. 2,16 juta/tahun untuk setiap rumah tangga.
Penghematan biaya rumah tangga ini baru merupakan salah satu manfaat langsung, tetapi jika juga dihitung manfaat lain maka nilai manfaat akan jauh lebih besar. Manfaat langsung adalah ampas bio-gass dapat diolah menjadi pupuk organik baik dalam bentuk basah maupun keringa (harga minimal basah mencapai Rp. 6.000/karung), dan program sanitasi kandang lebih terjamin karena pembersihan kandang oleh peternak akan lebih intensif sehingga mampu mengurangi munculnya penyakit dan akhirnya akan meningkatkan produktivitas ternak sapi. Manfaat tidak langsung adalah semakin sadarnya masyarakat akan manfaat pemeliharaan ternak sapi secara intensif dan pengendalian produksi dapat dilakukan, target Kabupaten Tanjabtim sebagai Sentra Produksi Sapi Potong akan tercapai, dan peningkatan kesejahteraan dan substitusi kayu bakar akan mengurangi animo masyarakat untuk melakukan kegiatan merusak lingkungan seperti perambahan hutan.
Prospek dan Dukungan Kebijakan
Peningkatan skala usaha ternak sapi rumah tangga akan mendorong surplus produksi bio-gas dan pupuk, sehingga perlu upaya komersialisasi produk untuk peningkatan nilai tambah ekonomi bagi rumah tangga. Pada sisi lain peningkatan skala ternak juga akan mendorong peningkatan kebutuhan pakan ternak sehingga untuk keberlanjutan program dibutuhkan dukungan kebijakan dari semua pihak.
Dukungan kebijakan dan program dari pemda dan swasta yang dibutuhkan untuk keberlanjutan manfaat program antara lain;
1. Kebijakan dan program dalam bidang teknologi pengemasan produk bio-gas (tabung dan pemantik sederhana) dan pupuk organik agar dapat dipasarkan.
2. Kebijakan dan program yang mampu memberikan jaminan pasar ouput mulai dari produk ternak sapi (bakalan dan daging), bio-gas dan pupuk organik.
3. Perlu adanya PERDA tersendiri dan secara khusus mewajibkan setiap perusahaan dalam implementasi CSRnya menggunakan pendekatan pengembangan ekonomi kreatif dan produktif.
4. Kajian kebijakan untuk pemetaan kawasan untuk pengembangan ekonomi kreatif pada rumah tangga. Kebijakan dan program lain yang perlu dikembangkan adalah bagaimana cara mendorong partisipasi dan komitmen perusahaan swasta besar dalam pembangunan daerah.
Pengembangan pendekatan CSR yang telah dilakukan Petrochina dapat dijadikan sebagai acuan. Pihak swasta yang berpotensi besar dalam pengembangan ekonomi kreatif pada program CSR adalah perusahaan besar perkebunan sawit. Hubungan yang bersifat saling menguntungkan (simbiosis mutualism)dikembangkan seperti disajikan pada Gambar.
Variasi jenis limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara langsung
sebagai sumber pakan ternak dan pada sisi lain perkebunan kelapa sawit
akan memperoleh beberapa keuntungan, yaitu;
a. Mengurangi biaya pemeliharaan perkebunan kelapa sawit baik pada tanaman belum maupun sudah menghasilkan, antara lain; * Proses penyiangan baik dari sisi tenaga kerja maupun penggunaan obat-obatan karena adanya perambanan hijauan sela tanaman kelapa sawit oleh rumah tangga peternak. * Pengaturan atau pelepasan pelepah tanaman sawit yang dilakukan rumah tangga peternakan tanpa adanya upah akan mengurangi biaya tenaga kerja. * Pemupukan dapat menggunakan pupuk organik dari kotoran ternak dengan harga lebih murah dibanding pupuk an-organik (pabrik), sehingga recycling unsur hara dari pelepah, serat sawit dan tandan buah kosong dapat dipercepat melalui pengolahan secara alamiah oleh usaha ternak sapi. Hasil analisis dari 1.500 ekor sapi PT. Lembu Jantan Perkasa dengan teknologi prosesing mampu menghasilkan gas metan sekitar 5.425 m3/hari, kompos padat 31.691 kg/hari dengan total kandungan N sebesar 181 kg. Setiap 1 m3 gas metan dapat menjalankan mesin 1 HP selama dua jam dengan daya listrik 1,25 KWH, memasak 3 jenis masakan untuk 5 orang/hari, lampu selama 6 jam (60 watt), menjalankan refrigerator 1 jam dan inkubator 0,5 jam. Produk gas metan tersebut ekuivalen dengan 0,4 kg minyak diesel (solar) atau 0,6 kg minyak tanah atau 0,8 kg batubara, serta ampasnya setara dengan 120,67 kg pupuk urea dan 83 kg pupuk TSP (Tawaf, 2002). Hasil ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi disamping mampu meningkatkan nilai tambah bagi rumah tangga baik output primer (daging) maupun output ikutan berupa limbah, serta bagi pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan mampu menyediakan pupuk organik dengan harga jauh lebih murah dibanding pupuk an-organik.
b. Mengurangi biaya pengolahan limbah oleh pabrik kelapa sawit melalui pemanfaatan lumpur dan bungkil minyak sawit, pengolahan tandan buah kosong dan serta sawit. Hasil pengolahan limbah sebagai sumber pakan ternak sapi potong akan kembali pada perkebunan melalui pemanfaatan pupuk organik sebagai substitusi pupuk an-organik dengan harga lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
c. Meningkatkan efisiensi dan manfaat program CSR karena dapat memanfaatkan berbagai potensi yang ada sehingga biaya dan program CSR lebih berkelanjutan dan mampu diintegrasikan dengan kepentingan perusahaan, masyarakat sekitar dan program pemerintah daerah. Output usaha ternak program CSR baik berupa daging (output primer) maupun output sekunder (bio-gas) sebagian juga dapat digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bagi karyawan pabrik dan perkebunan.
Penutup
Sebelumnya Penulis ingin menyampaikan “salut” untuk sinergi pembangunan antara Pemkab Tanjabtim dalam hal ini Dinas Peternakan, Petrochina dan tidak lupa kepada masyarakat yang telah bersedia memberikan informasi. Tulisan ini dirangkum dari hasil kegiatan praktikum lapangan mahasiswa peternakan pada mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Rasanya menjadi pantas, jika program ini menjadi program unggulan dan kebanggaan pemerintah dan masyarakat Tanjabtim untuk ditampilkan dalam Harganas.
Sumber : Dr. Ir. Ardi Novra, MP. Dosen Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi dan Peneliti pada Pusat Kajian Pembangunan Lingkungan dan Ekonomi Regional (CREEDs).
Sumber : http://peternakan-didiet.blogspot.com/2008/09/csr-ekonomi-kreatif-dan-energi_15.html