Maharaja lalu memanggil seluruh menteri istana. a memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dan seluruh negeri.
Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja, “Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja.”
Konon sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut “Sandal”.
Renungan:
Ada pelajaran yang berharga dan cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan din kita sendiri, dan bukan dengan jalan mengubah dunia itu.
Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendini, yang pemainnya adalah kita sendini. Tak ada orang lain yangterlibat disana, sebab, seningkali dalam pandangan kita, dunia, adalah bayangan din kita sendini.
Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih tenjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit, atau, melapisi hati kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?
Wisdom Of The Day
Alam memberi kita satu lidah, akan tetapi memberi kita dua telinga,
agar supaya kita dua kali lebih banyak mendengar
daripada berbicara. (La Rouchefoucauld)
Alam memberi kita satu lidah, akan tetapi memberi kita dua telinga,
agar supaya kita dua kali lebih banyak mendengar
daripada berbicara. (La Rouchefoucauld)