Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
Saya selalu ingat sosok dosen yang mengajar ilmu Kimia Dasar ditahun
pertama masa perkuliahan. Beliau mengatakan;"Keledai, tidak pernah
terjerumus kedalam lubang yang sama." Kalimat itu pendek. Tetapi
penuh makna. Dan ingatan saya menyimpannya lebih baik dibandingkan
terhadap ilmu kimia itu sendiri. Sesungguhnya, dosen saya itu sedang
menyampaikan pesan supaya kita - manusia – tidak melakukan kesalahan
yang sama secara berulang-ulang. Tanpa disadari, ternyata memang
kita mempunyai sifat mengulang-ulang kesalahan semacam itu. Kita
tahu bahwa itu salah, tapi dilakukan lagi, dan lagi. Kita bertobat.
Namun, kembali melakukannya. Mengapa ya?
Kita sering menemukan orang yang tidak bosan-bosannya melakukan
tindakan negatif. Kita sendiripun demikian. Saat kita merenung
dimalam hari, hati kita berbisik;"Iya, kenapa saya melakukan hal itu
ya? Mestinya kan tidak begitu." Dan ketika kita memikirkannya
dengan lebih seksama, ternyata bukan sekali itu saja kita
melakukannya. Makanya, tidak mengherankan jika kita sering
bercucuran air mata saat menyampaikan pengakuan dosa, namun; kok
begitu sulitnya bagi kita untuk menghentikan perbuatan itu. Lalu
kita mengaku dosa lagi. Dan melakukan perbuatan itu lagi.
Saya tidak tahu pasti, apakah keledai benar-benar tidak pernah
terjerumus kedalam lubang yang sama. Tetapi, kelihatannya memang
demikian. Setidaknya, saya melihat perilaku itu pada kuda, karena
dikampung saya banyak sekali kuda. Kuda tahu persis lubang yang
pernah membuatnya terperosok. Ketika melintasi daerah yang sama, dia
membelok; dan selamat dari jebakan lubang itu untuk kedua kalinya.
Ada dua alasan mengapa terperosok kedalam lubang yang sama itu
bukanlah gagasan yang bagus. Pertama, terperosok kedalam lubang yang
sama menguatkan rasa sakit yang pernah kita alami sebelumnya.
Melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang juga demikian. Ketika
kita melakukan kesalahan untuk pertama kalinya, mungkin akan mudah
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan. Tetapi, jika kesalahan itu
dibuat berulang-ulang? Anda mungkin saja sangat pemaaf, tetapi jika
orang yang anda harus maafkan itu melakukan kesalahan yang sama
terus-menerus, apakah pintu maaf itu selalu terus terbuka untuknya?
Orang lain juga demikian. Sekali kita melakukan kesalahan. Mereka
memaafkan. Untuk yang kedua kalinya?
Terperosok kedalam lubang yang sama? Hah..., keledai saja tidak
pernah. Padahal, kultur kita menganggap keledai itu mahluk paling
bodoh dimuka bumi. Sampai-sampai kita membuat frase 'keledai
dungu!'. Hey, keledai itu tidak pernah terperosok kedalam lubang
yang sama lho. Manusia seperti kitalah yang sering mengalaminya.
Jadi.... ketika kita bilang 'keledai dungu!', jangan-jangan si
keledai bilang ;"Ngaca dong bok!" Agak sedikit memalukan ya. Itulah
alasan yang kedua.
Baiklah, mari kita akui saja bahwa kita sering melakukan kesalahan
yang sama. Tapi, apakah itu berarti kita harus mengakui bahwa yang
dungu itu bukan keledai? Bukankah kita sering mendengar; "Tidak apa-
apa, namanya juga manusia. Melakukan kesalahan itu biasa." Kalimat
ini ada benarnya. Tapi tidak selamanya demikian. Benar jika kita
menerapkannya dalam konteks yang benar. Keliru jika kita
menjadikannya alat untuk berkilah. Untuk itu, kita perlu membedakan
dua jenis kesalahan yang biasa kita lakukan. Pertama, kesalahan yang
berhubungan dengan keterbatasan keterampilan, atau skill kita.
Kedua, kesalahan yang berhubungan dengan pelanggaran norma dan nilai
kemanusiaan kita.
Kesalahan jenis pertama tidak serta merta digolongkan sebagai dosa.
Kita melakukannya karena memang kita tidak bisa. Hari ini kemampuan
kita belum bagus, jadi kesalahan itu terjadi. Tapi, kemudian kita
belajar, sampai akhirnya benar-benar mahir. Setelah mahir itulah
kita bisa terbebas dari peluang melakukan kesalahan yang sama. Kita
tidak salah lagi, karena memang sekarang kita sudah terampil. Jadi,
kesalahan yang berulang-ulang masih bisa diterima dalam konteks
proses pembelajaran. Kita bisa meminta bantuan teman. Atau mengikuti
kursus dan pelatihan. Apa saja. Yang penting ada kemauan, dan
disediakan kesempatan untuk melakukan perbaikan.
Kesalahan jenis kedua, lain lagi. Ada tendensi dalam diri kita untuk
melakukan itu. Kita tahu bahwa ada hak-hak orang lain yang terampas
dengan perbuatan kita. Kita tahu, bahwa mengambil sesuatu yang bukan
haknya itu merupakan perilaku buruk. Anehnya, kita bukan sekedar
tahu saja; kita menyerukan kepada orang lain untuk tidak
melakukannya. Kita turun ke jalan-jalan, lalu meneriakkan slogan-
slogan. Dan...., ketika kita mempunyai kesempatan; kesalahan itulah
pula yang kita lakukan.
Kita melakukannya dimasa lalu. Baiklah, itu dimasa lalu. Semoga
Tuhan mengampuni. Dan orang yang dirugikan memaafkan, mudah-mudahan.
Tetapi, itu hanya boleh terjadi dimasa lalu saja. Bagaimana caranya
untuk tidak mengulangi hal itu dimasa depan, itulah pertanyaannya
kemudian.
Pendek kata; Jangan terlampau merisaukan kesalahan-kesalahan yang
kita lakukan karena kurangnya pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan. Biar saja, karena berbuat kesalahan semacam itu
sifatnya manusiawi. Semua orang melakukan kesalahan yang sama ketika
tingkat keterampilannya masih rendah. Kita bisa belajar untuk
memperbaikinya, kok. Tenang saja. Berlatih dan berkemauan teguh bisa
membantu kita mencapai kesempurnaan. Namun, jika kesalahan itu
menyangkut sistem nilai atau pelanggaran norma, maka jalan keluarnya
hanya satu: hentikan. Itu saja.
Tak ada manusia yang benar-benar bersih dari kesalahan. Apakah
karena ketidaktahuan, atau karena kesengajaan. Itu masa lalu. Masa
depan, itulah fokus kita. Terimalah masa lalu kita apa adanya dia,
dan rancanglah masa depan dengan lebih baik lagi. Keledai saja bisa.
Mengapa kita tidak?
Selain memiliki arti kiasan, kata 'terperosok' dan 'lubang' juga
tentu memiliki arti kata yang sebenarnya. Artinya, ada lubang dan
ada yang terperosok jatuh kedalam lubang itu. Dijembatan
penyeberangan Bus Way Benhil depan Atmajaya, lempengan baja yang
menjadi lantai jembatan jebol dan terjungkat keatas. Membentuk
lubang besar yang menganga disana. Orang bisa tersandung atau bahkan
terperosok kelubang itu. Kerusakan itu sudah terjadi sejak lama. Dan
sampai tanggal 19 Maret 2008 tidak juga ada perbaikan, malah semakin
parah. Adakah yang bisa memberitahu petugas pemda untuk
memperhatikan dan memperbaiki kerusakan itu? Tolong beritahukan
kepada mereka ya, teman. Jangan karena belum terjadi kecelakaan kita
menganggap hal semacam itu sepele.
Dimasa lalu, kita sering membiarkan fasilitas umum rusak sampai
terjadi kecelakaan. Itu sebuah kesalahan. Sudah saatnya kita meniru
keledai yang tidak melakukan kesalahan yang sama. Mulai sekarang,
jika ada jalan yang rusak atau jembatan yang berlubang; jangan
membiarkan pengendara motor terjatuh dulu. Atau pejalan kaki
tersungkur. Segera perbaiki. Kita dan keledai sama-sama memiliki
insting. Kalau keledai melihat jalan berlubang, maka instingnya
mengatakan:"Cari jalur lain untuk lewat." Kalau kita melihat lubang
semacam itu, maka insting kita mengatakan:"Perbaiki." Lalu kita
memanggil kontaktor, dan membayar mereka untuk mengerjakannya sebaik
mungkin. Para pembayar pajak berhak mendapatkan semuanya itu.
Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangka <http://www.dadangkadarusman.com/> darusman.com/
Catatan Kaki:
Kita bisa berkompromi dengan waktu untuk bertumbuh, hanya jika kita
bersedia memperbaiki diri terus-menerus. Jika tidak, waktu tidak
terlampau memperdulikan kita. Dan dia akan pergi begitu saja.
The Byte Converter
1 Byte = 8 Bit
1 Kilobyte = 1024 Bytes
1 Megabyte = 1048576 Bytes
1 Gigabyte = 1073741824 Bytes
The Byte Converter by Malte Philipp