MUNTAH SETIAP KALI MAKAN
 T ak  perlu khawatir dan jangan dipaksakan,karena nanti ia trauma. 
 Mungkin ibu-ibu pernah mengalami  kesulitan dalam memberikan makanan pada si bayi. Ia mengeluarkan makanan yang  diberikan kepadanya alias memuntahkannya lagi. Ada yang bermasalahnya kala mulai  pemberian makanan semi padat, semisal jus buah, bubur susu, atau biskuit. Tapi  ada juga yang masalahnya muncul ketika mulai pemberian makanan padat, seperti  nasi tim. "Sebenarnya, masalah ini tak perlu terlalu dikhawatirkan. Hanya saja  orang tua harus tahu apa yang jadi penyebabnya dan kemudian segera  mengatasinya," kata dr. Kishore R.J, dari Paviliun Kartika RSPAD Gatot  Soebroto, Jakarta.   
Bila makanan tersebut baru  dimasukkan sudah dikeluarkan atau dimuntahkan lagi, mungkin masalahnya ada di  sekitar mulut. "Bisa karena proses menelannya belum bagus atau bayinya tak suka  dengan makanan tersebut." Bila demikian, tak perlu khawatir, karena biasanya tak  berlangsung lama, hanya pada awal-awal perkenalan makanan semi padat dan padat  saja. Namun bila dikeluarkan atau dimuntahkannya setelah beberapa lama makanan  tersebut masuk ke lambung, misal, setelah setengah jam, berarti ada kemungkinan  gangguan di pencernaannya.     
REFLEKS MENELAN BELUM BAGUS   
Bila karena refleks menelannya  memang belum bagus, terang Kishore lebih lanjut, ketika makanan ditaruh di  bagian depan lidahnya, si bayi berusaha menelannya dengan menjulurkan lidahnya.  Namun bukannya bisa masuk, malah makanannya jadi keluar lagi. Seperti halnya  bayi mau belajar merangkak, kadang jalannya bukannya maju malah mundur karena  koordinasi motoriknya belum bagus. Sementara kalau dia mengisap ASI, tak jadi  masalah, karena puting ada di belakang lidahnya. "Tentunya tak mungkin kita  taruh makanan di belakang lidahnya, bukan?"   
Adakalanya bayi merasa kesal karena  tak bisa menelannya hingga ia pun menangis. "Seringkali bila hal ini terjadi,  pengasuh atau orang tua malah memaksakan pemberiannya. Misal, dengan menaruh si  bayi di posisi mendatar, lalu mencekoki makanannya. Otomatis bayi akan  membatukkannya hingga terjadi muntah. Peristiwa ini berbahaya sekali, karena  saat itu makanan bisa masuk ke saluran napas dan menyumbatnya hingga berakibat  fatal."   
Refleks menelan ini, papar Kishore,  akan membaik dengan sendirinya. Tergantung kemampuan masing-masing bayi dalam  menelan. Umumnya di atas usia 6 bulan.   
Jika refleks menelannya belum baik  dan bayi belum bisa menelan makanan padat, kita bisa mengatasinya dengan  mengencerkan lagi makanannya hingga mudah baginya untuk menelan. Misal, bubur  susunya sedikit diencerkan lagi. Kalau sudah makan nasi tim, maka diblender  lagi. Tentunya dengan menggunakan blender khusus untuk makanan bayi, bukan untuk  cabai atau bumbu. "Lakukan secara bertahap. Misal, awalnya diblendernya selama 2  menit dan dilakukan selama 2 minggu. Setelah itu, diblendernya hanya 1 menit.  Jadi, makin lama makin sebentar memblendernya." Hingga, makanan yang awalnya  cair, seperti jus, lama-lama jadi agak kasar dan makin padat. Dengan demikian si  bayi lambat laun jadi terlatih. Diharapkan di usia setahun dia bisa makan nasi  lembek.     
TAK KENAL DENGAN MAKANANNYA   
Jika bayi tak kenal atau tak suka  dengan makanannya, baik yang semi padat ataupun padat, tentu akan ditolaknya.  "Selama ini makanan yang diterima bayi selalu dalam bentuk cair. Sementara kini  dia mulai mendapatkan makanan yang agak kental, semisal bubur susu, atau makanan  agak padat, semisal nasi tim. Nah, karena tak kenal, pasti awalnya akan  ditolaknya," papar Kishore.   
Bila demikian kejadiannya,  pemberiannya harus dimundurkan dengan cara agak diencerkan lagi. "Jangan  memaksakan bayi dengan kemauan kita karena akan membuatnya trauma. Bisa jadi  setiap kali melihat mangkuk makanan, dia jadi menangis karena takut dijejalkan."    
Tak ada batas toleransi sampai  berapa lama. Namun tentunya bukan berarti si bayi didiamkan saja dengan diberi  makanan cair terus. "Orang tua tetap harus melatihnya untuk menerima makanan  padat, hingga nantinya anak mengenal makanan padat dan tidak menolaknya dengan  tak mau makan."   
Selain itu, bila usianya sudah di  atas setahun, tentunya konsumsi susu saja takkan mencukupi. Pemberian makanan  padat tetap harus dilatih terus. Misal, kalau sekali menolak, esok atau lusa  dicoba lagi. "Jika usianya sudah hampir setahun, ajak dia duduk bersama kalau  orang tuanya sedang makan. Tak usah dia diberi makanan. Biasanya anak kecil  cenderung meniru orang dewasa. Kalau dia melihat ayah dan ibunya makan, dia pun  akan menirunya. Jika dia meminta makanan, asalkan tak pedas, berikan saja.  Jangan dilarang-larang karena akan membuatnya trauma."     
RASANYA BERBEDA   
Ada pula bayi yang menolak nasi tim  karena rasanya yang berbeda. Jangan lupa, selama 6 bulan pertama, bayi kenalnya  hanya rasa manis. Nah, nasi tim tak manis seperti halnya bubur susu, kan? Jadi,  ada kemungkinan dia tak suka karena rasanya tak manis.   
Kalau bayi tak suka karena tak  mengenal rasa nasi tim tersebut, bisa diupayakan agar si bayi belajar mengenal  rasa. Jadi, Bu-Pak, rasanya yang harus diubah dan divariasikan. Misal, awalnya  nasi tim tersebut diberi tambahan glukosa atau yang paling mudah adalah kecap  manis, hingga rasa nasi tim tersebut masih ada manisnya. Semakin lama, kecapnya  agak dikurangi hingga bayi mengenal rasa nasi tim yang lain.   
Muntah juga bisa terjadi, misal,  karena bayi kekenyangan makan atau minum ataupun karena bayinya mengulet hingga  tekanan di perutnya tinggi, akibatnya susunya keluar lagi.     
GANGGUAN SFINGTER   
Sementara bila karena ada gangguan  di saluran cernanya, terang Kishore selanjutnya, kita tahu bahwa pada saluran  pencernaan itu ada saluran makan (esophagus), yang berawal dari tenggorokan  sampai lambung. Nah, pada saluran yang menuju lambung ini ada semacam klep atau  katup yang dinamakan sfingter. Fungsinya untuk mencegah keluarnya kembali  makanan yang sudah masuk ke lambung.   
Umumnya sfingter pada bayi  belum bagus dan akan membaik dengan sendirinya sejalan bertambahnya usia.  Umumnya di atas usia 6 bulan. Namun, adakalanya di usia itu pun si bayi masih  mengalami gangguan. Jadi, sifatnya sangat bervariasi.   
Tentunya, kalau sfingter tak  bagus, maka makanan yang masuk ke lambung bisa keluar lagi. Gejalanya biasanya  kalau pada bayi akan lebih sering gumoh, terutama sehabis disusui. Apalagi bila  ia ditidurkan dengan posisi telentang. Ingat, cairan selalu mencari tempat yang  paling rendah, bukan? Begitupun bila setiap kali diberi makanan padat muntah,  harus dicurigai sfingter-nya tak bagus. Apalagi bila berat badan bayinya tak  naik-naik, misal selama 1-2 bulan.   
Kadang ada juga sfingter  dengan gangguan, yang disebut hipertropi pylorus stenosis, yaitu adanya  otot pylorus yang menebal hingga makanan akan susah turun dari lambung ke  usus, akhirnya keluar muntah. Gejalanya, tiap kali diberikan makanan padat akan  muntah. Tapi kalau makanan cair tidak. Selain itu, berat badannya pun sulit  naik. Jika gangguannya berat, makanan cair pun biasanya tak bisa lewat, hingga  menganggu pertumbuhan si bayi karena tak ada penyerapan makanan. Biasanya kalau  kejadiannya demikian, harus dilakukan tindakan operasi secepatnya untuk  memperbaiki klepnya hingga saluran makanan dari lambung ke usus bisa jalan  dengan lancar.   
Namun kalau gangguannya ringan  saja, misal, muntahnya jarang dan setelah dilakukan pemeriksaan dengan rontgen  atau USG ditemui hipertropi sfingter ringan, berat badan anak tetap naik.  Biasanya kalau kasusnya demikian, tindakan operasi bisa ditunda. Diharapkan  dengan bertambahnya usia, bayi mulai berdiri tegak hingga makanan lebih mudah  turun.   
Pada beberapa bayi, refleks  menelannya mungkin akan tetap tak bagus bila ada kelainan saraf. Hal ini  biasanya tak berdiri sendiri, tapi ada penyakit lain, semisal terkena radang  otak, tumor, atau infeksi pada saraf, sehingga kontrol pergerakan ototnya tak  ada. "Sejauh ini, bila terjadi demikian, tak dapat diperbaiki. Mungkin bayi  terpaksa pakai selang untuk memasukkan makanannya sampai kapan pun. Meski  sekarang ada teknik-teknik yang merangsang otot-ototnya dengan fisioterapi tapi  hasilnya tidak memuaskan," terang Kishore.     Menghadapi Bayi Muntah     
Jika bayi muntah, saran Kishore, cepat miringkan tubuhnya, atau  diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya  tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.      Makanan Semi Padat Bukan  Makanan Pokok    
Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tak perlu khawatir. "Ini  berarti muntahnya keluar. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang  bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk  ke paru-paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak  bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk  ditangani lebih lanjut."
 Pada prinsipnya, terang  Kishore, makanan utama bayi adalah ASI. Namun bila karena suatu sebab  terpaksa si bayi tak bisa memperoleh ASI, maka makanan utamanya adalah susu  formula. Walaupun, untuk bayi, tetap yang dianjurkan adalah ASI eksklusif. Dalam  pelaksanaan ASI eksklusif ini, ada yang menganut sampai usia bayi 4 bulan, ada  juga yang sampai 6 bulan.   
Namun kini para dokter anak  banyak yang menganjurkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Selain karena ASI tak  tergantikan, juga dengan bayi terus menyusu maka ASI pun dapat terus diproduksi.  Juga diharapkan di usia 6 bulan ini bayi dapat menelan lebih bagus. "Kita tahu  bahwa proses menelan bayi belum terlalu baik. Sementara kalau mengisap, tak jadi  masalah karena ia meletakkan puting susu ibu di belakang lidahnya, selain juga  punya refleks mengisap."   
Meski, paparnya, ada juga ahli  yang berpendapat tentunya ada kerugian ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Karena  bayi jadi terlambat diperkenalkan makanan di luar ASI.        
 Dari segi kecukupan nutrisi,  pemberian ASI atau susu formula saja bagi bayi di bawah usia setahun sebetulnya  cukup, karena memang itulah makanan pokoknya. Sedangkan makanan semi padat,  seperti bubur susu, biskuit, buah, atau nasi tim, merupakan makanan tambahan.  "Kita hanya memperkenalkan makanan semi padat agar nantinya dia bisa  mengkonsumsi makanan padat. Karena setelah usia setahun, susu bukan lagi makanan  pokok."
 Dedeh Kurniasih (tabloid  nakita) 
 ADUH, KOK, MUNTAH TERUS
Hampir setiap bayi pernah muntah dan bisa terjadi di usia berapa saja. Muntah seperti apa yang harus diwaspadai?
Para ibu, apakah Anda masih memakaikan gurita pada si kecil? Bila ya,  sebaiknya segeralah hentikan. Sebab, seperti dituturkan dr. Kishore R.J.,  SpA dari RSIA Hermina Podomoro, pemakaian gurita dapat menyebabkan bayi  muntah.   
Lo, apa hubungannya? "Pemakaian gurita membuat lambung si bayi tertekan.  Bila dalam keadaan seperti itu si bayi dipaksakan minum, maka cairannya akan  tertekan. Muntahlah dia," jelas Kishore.   
Hal lain yang paling sering bikin bayi muntah ialah posisi menyusui.  Sering ibu menyusui sambil tiduran dengan posisi miring sementara si bayi tidur  telentang. Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran pencernaan, tapi ke  saluran nafas. Bayi pun muntah. Karena itu, Kishore mengingatkan, "Kalau  menyusui, posisi bayi dimiringkan. Kepalanya lebih tinggi dari kaki sehingga  membentuk sudut 45 derajat. Jadi cairan yang masuk bisa turun ke bawah."    
Untuk bayi yang menyusu dari botol, pemakaian bentuk dot juga berpengaruh  pada muntah. Jika si bayi suka dot besar lalu diberi dot kecil, ia akan malas  mengisap karena lama. Akibatnya susu tetap keluar dari dot dan memenuhi mulut si  bayi. Hal ini bisa membuat bayi tersedak yang lalu muntah. Sebaliknya bayi yang  suka dot kecil diberi dot besar akan refleks muntah karena ada benda asing.         
GUMOH 
 Muntah yang sering terjadi dan biasa dialami pada bayi ialah muntah yang  disebut gumoh. Hal ini disebabkan fungsi pencernaan bayi dengan  peristaltik (gelombang kontraksi pada dinding lambung dan usus) untuk makanan  dapat masuk dari saluran pencernaan ke usus, masih belum sempurna. Itu sebabnya  ada makanan yang masih tetap di lambung, tidak keluar-keluar karena  peristaltiknya tidak bagus. Akibatnya, terjadilah muntah atau gumoh.    
Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena  pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang  setelah diberi makan. "Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang  paling rendah. Nah, bila ada makanan yang masuk ke oserfagus atau saluran  sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi muntah," terang  Kishore.   
Lambung yang penuh juga bisa bikin bayi gumoh. Ini terjadi karena  makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya  si bayi muntah. "Lambung bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur  sebulan, ada yang sehari bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc. Nah, si  ibu harus tahu kapasitas bayinya. Jangan karena bayi tetangganya minum 150 cc  lantas si ibu memaksakan bayinya juga harus minum 150 cc, padahal kapasitasnya  cuma 120. Jelas si bayi muntah."     
BISA MASUK PARU-PARU   
Muntah pada bayi bukan cuma keluar dari mulut, tapi juga bisa dari  hidung. Tapi tak usah cemas. Hal ini terjadi karena mulut, hidung, dan  tenggorokan punya saluran yang berhubungan. Pada saat muntah, ada sebagian yang  keluar dari mulut dan sebagian lagi dari hidung. Mungkin karena muntahnya banyak  dan tak semuanya bisa keluar dari mulut, maka cairan itu mencari jalan keluar  lewat hidung.   
Yang perlu dikhawatirkan, seperti dituturkan Kishore, bila si bayi  tersedak dan muntahnya masuk ke saluran pernafasan alias paru-paru. "Nah, itu  yang bahaya," tukasnya. Lebih bahaya lagi jika si bayi tersedak susu yang sudah  masuk ke lambung karena sudah mengandung asam dan akan merusak paru-paru. Jika  ini yang terjadi, tak ada pilihan lain kecuali membawanya ke dokter.    
Untuk mencegah kemungkinan tersedak, Kishore menganjurkan agar setiap  kali bayi muntah selalu dimiringkan badannya. Akan lebih baik jika sebelum si  bayi muntah (saat menunjukkan tanda-tanda akan muntah) segera dimiringkan atau  ditengkurapkan atau diberdirikan sambil ditepuk-tepuk punggungnya.    
Adakalanya ibu yang kasihan melihat bayinya muntah lalu diberi minum  lagi. Menurut Kishore, boleh-boleh saja, "Asal proses muntahnya sudah  dibersihkan sehingga tak ada lagi sisa muntah. Kalau muntahnya masih ada terus  diberi minum lagi, si bayi bisa kelepekan sehingga masuk ke saluran nafas."    
Soal sampai kapan si bayi berhenti muntah dalam arti gumoh,  menurut lulusan FK Universitas Airlangga Surabaya yang mengambil spesialisasinya  di FKUI ini, tak sama pada setiap bayi. Tapi pada umumnya, setelah si bayi mulai  bisa duduk dan berdiri, biasanya frekuensi muntahnya berkurang banyak karena  cairan turun ke bawah menjadi lebih gampang.     Muntah Yang Harus  Diwaspadai    
Ada beberapa bentuk muntah pada  bayi yang harus diwaspadai para ibu, yakni:   
* Muntah sehabis diberi makan  atau disusui bila muntahnya berwarna hijau tua.   
Hal ini menunjukkan ada kelainan  pada saluran pencernaan si bayi, yakni ada sumbatan di bawah usus halus. Warna  hijau tua pada muntah merupakan cairan dari empedu yang keluar. Kadang kalau ada  sumbatan, meskipun si bayi tidak makan, ia bisa muntah karena cairan empedu  keluar dan enzim-enzim lain tak bisa lewat.   
Ada dua macam sumbatan, yang  penuh dan parsial (sebagian). Sumbatannya bisa di mana saja. Bisa di antara  oserfagus dan lambung atau antara lambung dan usus. Karena ada sumbatan yang  parsial, kadang kelainan ini tak bisa diketahui secara pasti penyebabnya sebelum  dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Misalnya dengan rontgen atau USG dicari  penyebabnya lalu dihilangkan. Bila perlu dilakukan operasi jika sumbatannya  akibat tumor atau kelainan bawaan. Tapi kasus seperti ini jarang terjadi.    
* Bentuk muntahannya  menyemprot seperti air mancur.   
Makan atau tidak makan, si bayi  mengelurkan muntah yang menyemprot seperti air mancur. Ini harus segera  diperiksakan ke dokter. Karena muntah yang demikian menunjukkan ada kelainan  pada susunan saraf pusat di otak si bayi. Biasanya terjadi jika si bayi habis  terjatuh.   
* Muntah karena keracunan.    
Anda mungkin bingung. Bayi, kok,  bisa keracunan makanan? "Memang seharusnya tidak boleh terjadi keracunan makanan  pada bayi mengingat bayi hanya makan makanan rumah. Tapi hal itu bisa saja  terjadi," tutur Kishore. Misalnya, pengasuh tak mencuci tangannya dengan  bersih sebelum membuatkan makanan bayi. Atau botol susunya tidak disterilkan.  Hal ini selain menyebabkan keracunan, juga bisa membuat infeksi pada saluran  pencernaan.   
Gejala awal keracunan adalah  muntah-muntah yang lalu diikuti diare. Tapi kalau infeksi pada saluran  pencernaan, diare lebih dulu yang terjadi. Baru setelah itu ada gangguan  keseimbangan elektrolit yang menyebabkan muntah. Bentuk muntahnya sama, berupa  cairan. Bayi harus diberi banyak cairan setiap kali habis muntah dan diare.  Cairan apa saja. Entah itu air tajin, larutan gula garam, teh manis pakai gula,  maupun jus buah (asal jangan yang asam).   
Dibanding diare, menurut Kishore,  muntah lebih berbahaya. Karena muntah berarti tak ada cairan yang masuk, yang  bisa menyebabkan kekurangan cairan atau dehidrasi. Tapi kalau diare dan si bayi  masih mau minum, tak masalah sebetulnya, selama yang diminum dan dikeluarkan  proporsinya sama.   
Bayi yang mengalami dehidrasi  dapat dilihat dari mulutnya yang mengering, mata cekung, hampir tak ada air  mata, bila ditekan kulitnya tak kembali ke bentuk semula (tidak elastis  sebagaimana kulit normal). "Mungkin kalau bayi lebih gampang terlihat dari berat  badannya. Kalau turun berarti ada tanda-tanda dehidrasi," tutur Kishore. Jika  berat badan si bayi turun lebih besar atau sama dengan 5-10 persen dari berat  badannya, maka si bayi harus diinfus.   
* Muntah darah.    
Ada kemungkinan bayi muntah  disertai darah. Jika hanya berupa bercak, berarti ada streching (luka di  tenggorokan) akibat muntah. Jika muntahnya berwarna merah dan  byor-byoran, bisa dicurigai ada pembuluh darah yang pecah. Jika darahnya  berwarna hitam, berarti ada darah di lambung. "Kadang si bayi mimisan dan  darahnya tertelan sampai ke lambung. Hal ini menimbulkan rasa tak enak, sehingga  si bayi refleks untuk muntah," terang Kishore.     Membersihkan Muntah     
Pemeriksaan ke dokter dilakukan  tergantung pada jenis dan banyaknya darah. Pendarahan yang banyak sangat  berbahaya karena menurunkan kadar hemoglobin sehingga bayi kekurangan cairan  dalam pembuluh darah. 
 Langsung bersihkan bekas muntah dengan lap basah atau kering agar tak  sempat berkontak terlalu lama dengan kulit si bayi. Kalau tidak, kulit akan  memerah atau terjadi iritasi, yang berarti harus dilakukan pengobatan khusus.      Mencegah Muntah      
Untuk membersihkan bekas muntah pada perabot atau lantai maupun pakaian  yang terkena muntah, gunakan campuran air dan soda kue. Selain dapat  menghilangkan noda yang menetap, juga akan menghilangkan  baunya.
 Masih ada beberapa hal lagi yang  perlu diperhatikan para ibu untuk mencegah kemungkinan bayi muntah, yakni:    
* Jangan memberi minum susu  selagi bayi menangis. Berhentilah menyusui untuk menenangkannya.    
* Tegakkan bayi setegak mungkin  selama dan beberapa waktu setelah minum susu.    
* Pastikan dot botol tak terlalu  besar atau terlalu kecil, dan botol dimiringkan sedemikian rupa sehingga susu,  bukan udara, yang memenuhi bagian dotnya.   
* Jangan mengangkat-angkat si  bayi selama atau sesudah ia minum. Jika mungkin letakkan dan ikat sebentar si  bayi pada kursi bayi atau kereta dorongnya.   
* Jangan lupa membuat bayi  bersendawa.

 
 
